Jumat, 27 November 2015

Keresahan

Anak indigo memiliki kesulitan tersendiri, mereka harus melihat arwah gentayangan setiap hari, seringkali mereka dianggap aneh karena suka bicara sendiri, mereka bisa melihat masa lalu dan masa depan. Kadangkala orangtua salah mengira anak indigo sebagai autis.
Apakah kalian pernah mengalamai apa yang kami alami setiap hari bahkan kami di kucilkan di tempat tinggal kami sendiri dan di anggap appnormal ''Gila'' oleh orang-orang tapi entah kenapa saya sering mendengar orang-orang ingin mempunyai kelebihan seperti kami bahkan mereka rela naik turun gunung untuk mencari guru haha... aneh, padahal kalian yang mempunyai kelebihan ini mempunyai tanggung jawab yang lebih di mata sang maha pencipta apakah kalian sanggup??
mengapa ya orang-orang terlihat takut melihat kami? emang kami ini apa? monster? tikus got mungkin yang kalian benci dan hina jika melihatnnya haha.. kami juga manusia woyy.... kami punya perasaan sama seperti kalian, justru kami ingin seperti kalian yang hidup normal yang bisa bergaul bisa bersekolah tak sepeti saya yang terpaksa berhenti sekolah saya cuman bisa merasakan sekolah SMA cuman 7 hari bayangkan kesunyian yang kami rasakan.

Jumat, 18 April 2014

Sejarah Twitter

Sejarah Twitter

Sejarah Twitter mulai dari didirikan Maret 2006 oleh Evan Williams, Jack Dorsey, dan Biz Stone. Pada tahun 2006 Williams dan Biz Stone mendirikan Obvious Corp bersama dengan Odeo mantan karyawan. Sejarah Twitter diciptakan sebagai perusahaan yang terpisah pada April 2007 oleh Obvious Corp Jack Dorsey adalah chief executive officer dari kegugupan sampai Oktober 2008 ketika Williams menjadi CEO dan Dorsey bergeser ke posisi ketua dewan direksi.

Sejak pembentukannya pada tahun 2006, Twitter telah menjadi sangat populer di seluruh dunia. Twitter adalah yang paling cepat berkembang mikroblogging gratis software yang memungkinkan anda untuk tetap berhubungan dengan orang melalui cepat, sering jawaban untuk satu pertanyaan: Apa yang kamu lakukan? Bahwa salah satu pertanyaan kecil telah meluncurkan revolusi media.

"Tweet" adalah istilah untuk maksimal 140 karakter pesan yang diposting di kegugupan. Untuk tweeting untuk menjadi efektif, hal itu harus dilakukan secara sistematis, dengan posting yang dibuat setiap hari. Untuk rata-rata pemilik bisnis atau eksekutif pemasaran, hal ini dapat sangat tidak praktis karena waktu yang diperlukan. Untungnya, teknologi menyediakan cara untuk menyelesaikan sesuatu lebih cepat.

Salah satu teknologi seperti ini adalah suatu alat yang disebut BigTweet. BigTweet adalah sebuah plugin untuk browser Web yang memungkinkan Anda mengirim suatu menciak ke twitter dengan hanya mengklik tombol BigTweet, terletak di browser Anda link menu. Penyorotan suatu bagian pada halaman Web dan mengklik tombol menciptakan menciak dari teks yang disorot, di samping judul halaman dan URL pendek. Jika Anda tidak menyorot kata-kata di halaman, maka teks menciak hanya akan berisi judul halaman dan URL pendek.

Bisnis orang sekarang mulai menyadari kekuatan twitter sebagai alat promosi secara online. Rasanya aneh dan canggung padan perlu beberapa waktu untuk mendapatkan hasil baik. Jadi jangan memutar roda anda mencoba menebaknya. Gunakan tool seperti BigTweet dan tweeet Kemudian untuk mendapatkan lebih banyak dilakukan dalam waktu yang lebih singkat.

Jumat, 21 Februari 2014

Puisi Kahlil Gibran





Cinta Yang Agung
Adalah ketika kamu menitikkan air mata
dan MASIH peduli terhadapnya..
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu MASIH
menunggunya dengan setia..
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain
dan kamu MASIH bisa tersenyum sembari berkata
‘Aku turut berbahagia untukmu’
Apabila cinta tidak berhasil…
BEBASKAN dirimu…
Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya
dan terbang ke alam bebas LAGI ..
Ingatlah…
bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan
kehilangannya..
tapi..ketika cinta itu mati..kamu TIDAK perlu mati
bersamanya…
Orang terkuat BUKAN mereka yang selalu
menang..
MELAINKAN mereka yang tetap tegar ketika
mereka jatuh
“Aku ingin mencintaimu dengan sederhana…
seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu…
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana…
seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada…”
“…pabila cinta memanggilmu…
ikutilah dia walau jalannya berliku-liku…
Dan, pabila sayapnya merangkummu…
pasrahlah serta menyerah,
walau pedang tersembunyi di sela sayap itu melukaimu…”
Kategori Puisi Cinta
cinta yang tak pasti
mungkin aku terlalu bodoh untuk mengerti
mungkin aku tak sengaja jg mnykiti
andai aku tau isi hatimu
andai kesempatan itu datang lagi padaku
sekarang mustahil bagiku….
datang.., selalu….
semilir angin getar amarah gelora renjana teramat sangat inilah rasa…,
dalam pacu-pacu waktu yang tak tertahankan kekasih…..,
aku rindu padamu

Puisi Taufik Ismail

Taufik Ismail, nama tersebut sudah tidak asing lagi bagi para pecinta puisi di tanah air. Goresan tinta yang ditorehkan begitu terkenal terutama yang menyiratkan tentang potret peristiwa sejarah. Namun demikian, secara pribadi aku tidak terlalu menyukai puisi-puisi jaman dulu, sajak yang ditulis terkesan seperti cerita.


So, berikut ini beberapa puisi karya Taufik Ismail yang sudah aku pilih biarpun nggak semuanya. Maklum banyak banget karya-karyanya dalam Benteng, Buku tamu museum perjuangan, Prahara budaya, dan Sajak ladang jagung.

Sebuah Jaket Berlumur Darah

Sebuah jaket berlumur darah
Kami semua telah menatapmu
Telah pergi duka yang agung
Dalam kepedihan bertahun-tahun.

Sebuah sungai membatasi kita
Di bawah terik matahari Jakarta
Antara kebebasan dan penindasan
Berlapis senjata dan sangkur baja
Akan mundurkah kita sekarang
Seraya mengucapkan ’Selamat tinggal perjuangan’
Berikara setia kepada tirani
Dan mengenakan baju kebesaran sang pelayan?.

Spanduk kumal itu, ya spanduk itu
Kami semua telah menatapmu
Dan di atas bangunan-bangunan
Menunduk bendera setengah tiang.

Pesan itu telah sampai kemana-mana
Melalui kendaraan yang melintas
Abang-abang beca, kuli-kuli pelabuhan
Teriakan-teriakan di atas bis kota, pawai-pawai perkasa
Prosesi jenazah ke pemakaman
Mereka berkata
Semuanya berkata
Lanjutkan Perjuangan.


Minggu, 09 Februari 2014

Puisi WS RENDRA


Puisi  WS RENDRA



SAJAK ORANG MISKIN
Oleh: Ws Rendra

Orang-orang miskin di jalan,
yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan.
Angin membawa bau baju mereka.
Rambut mereka melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,
mengandung buah jalan raya.
Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa. 
Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.
Bila kamu remehkan mereka,
di jalan kamu akan diburu bayangan.
Tidurmu akan penuh igauan,
dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka.
Jangan kamu bilang negara ini kaya
karena orang-orang berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu kaya
bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.
Orang-orang miskin di jalan
masuk ke dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bunga raya
menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor dari jalanan
meraba-raba kaca jendelamu.
Mereka tak bisa kamu biarkan.
Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol.
Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden presidenan
dan buku programma gedung kesenian.
Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,
bagai udara panas yang
selalu ada,
bagai gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka sendiri.
O, kenangkanlah :
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah Ibrahim..
Djogja, 4 Februari 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi



SAJAK KENALAN LAMAMU
Oleh :
W.S. Rendra
Kini kita saling berpandangan saudara.
Ragu-ragu apa pula,
kita memang pernah berjumpa.
Sambil berdiri di ambang pintu kereta api,
tergencet oleh penumpang berjubel,
Dari Yogya ke Jakarta,
aku melihat kamu tidur di kolong bangku,
dengan alas kertas koran,
sambil memeluk satu anakmu,
sementara istrimu meneteki bayinya,
terbaring di sebelahmu.
Pernah pula kita satu truk,
duduk di atas kobis-kobis berbau sampah,
sambil meremasi tetek tengkulak sayur,
dan lalu sama-sama kaget,
ketika truk tiba-tiba terhenti
kerna distop oleh polisi,
yang menarik pungutan tidak resmi.
Ya, saudara, kita sudah sering berjumpa,
kerna sama-sama anak jalan raya.
……………………………
Hidup macam apa ini !
Orang-orang dipindah kesana ke mari.
Bukan dari tujuan ke tujuan.
Tapi dari keadaan ke keadaan yang tanpa perubahan.
…………………….
Kini kita bersandingan, saudara.
Kamu kenal bau bajuku.
Jangan kamu ragu-ragu,
kita memang pernah bertemu.
Waktu itu hujan rinai.
Aku menarik sehelai plastik dari tong sampah
tepat pada waktu kamu juga menariknya.
Kita saling berpandangan.
Kamu menggendong anak kecil di punggungmu.
Aku membuka mulut,
hendak berkata sesuatu……
Tak sempat !
Lebih dulu tinjumu melayang ke daguku…..
Dalam pandangan mata berkunang-kunang,
aku melihat kamu
membawa helaian plastik itu
ke satu gubuk karton.
Kamu lapiskan ke atap gubugmu,
dan lalu kamu masuk dengan anakmu…..
Sebungkus nasi yang dicuri,
itulah santapan.
Kolong kios buku di terminal
itulah peraduan.
Ya, saudara-saudara, kita sama-sama kenal ini,
karena kita anak jadah bangsa yang mulia.
………………….
Hidup macam apa hidup ini.
Di taman yang gelap orang menjual badan,
agar mulutnya tersumpal makan.
Di hotel yang mewah istri guru menjual badan
agar pantatnya diganjal sedan.
……………..
Duabelas pasang payudara gemerlapan,
bertatahkan intan permata di sekitar putingnya.
Dan di bawah semuanya,
celana dalam sutera warna kesumba.
Ya, saudara,
Kita sama-sama tertawa mengenang ini semua.
Ragu-ragu apa pula
kita memang pernah berjumpa.
Kita telah menyaksikan,
betapa para pembesar
menjilati selangkang wanita,
sambil kepalanya diguyur anggur.
Ya, kita sama-sama germo,
yang menjahitkan jas di Singapura
mencat rambut di pangkuan bintang film,
main golf, main mahyong,
dan makan kepiting saus tiram di restoran terhormat.
………..
Hidup dalam khayalan,
hidup dalam kenyataan……
tak ada bedanya.
Kerna khayalan dinyatakan,
dan kenyataan dikhayalkan,
di dalam peradaban fatamorgana.
……….
Ayo, jangan lagi sangsi,
kamu kenal suara batukku.
Kamu lihat lagi gayaku meludah di trotoar.
Ya, memang aku. Temanmu dulu.
Kita telah sama-sama mencuri mobil ayahmu
bergiliran meniduri gula-gulanya,
dan mengintip ibumu main serong
dengan ajudan ayahmu.
Kita telah sama-sama beli morphin dari guru kita.
Menenggak valium yang disediakan oleh dokter untuk ibumu,
dan akhirnya menggeletak di emper tiko,
di samping kere di Malioboro.
Kita alami semua ini,
kerna kita putra-putra dewa di dalam masyarakat kita.
…..
Hidup melayang-layang.
Selangit,
melayang-layang.
Kekuasaan mendukung kita serupa ganja…..
meninggi…. Ke awan……
Peraturan dan hukuman,
kitalah yang empunya.
Kita tulis dengan keringat di ketiak,
di atas sol sepatu kita.
Kitalah gelandangan kaya,
yang perlu meyakinkan diri
dengan pembunuhan.
………..
Saudara-saudara, kita sekarang berjabatan.
Kini kita bertemu lagi.
Ya, jangan kamu ragu-ragu,
kita memang pernah bertemu.
Bukankah tadi telah kamu kenal
betapa derap langkahku ?
Kita dulu pernah menyetop lalu lintas,
membakari mobil-mobil,
melambaikan poster-poster,
dan berderap maju, berdemonstrasi.
Kita telah sama-sama merancang strategi
di panti pijit dan restoran.
Dengan arloji emas,
secara teliti kita susun jadwal waktu.
Bergadang, berunding di larut kelam,
sambil mendekap hostess di kelab malam.
Kerna begitulah gaya pemuda harapan bangsa.
Politik adalah cara merampok dunia.
Politk adalah cara menggulingkan kekuasaan,
untuk menikmati giliran berkuasa.
Politik adalah tangga naiknya tingkat kehidupan.
dari becak ke taksi, dari taksi ke sedan pribadi
lalu ke mobil sport, lalu : helikopter !
Politik adalah festival dan pekan olah raga.
Politik adalah wadah kegiatan kesenian.
Dan bila ada orang banyak bacot,
kita cap ia sok pahlawan.
………………………..
Dimanakah kunang-kunag di malam hari ?
Dimanakah trompah kayu di muka pintu ?
Di hari-hari yang berat,
aku cari kacamataku,
dan tidak ketemu.
………………
Ya, inilah aku ini !
Jangan lagi sangsi !
Inilah bau ketiakku.
Inilah suara batukku.
Kamu telah menjamahku,
jangan lagi kamu ragau.
Kita telah sama-sama berdiri di sini,
melihat bianglala berubah menjadi lidah-lidah api,
gunung yang kelabu membara,
kapal terbang pribadi di antara mega-mega meneteskan air mani
di putar blue-film di dalamnya.
…………………
Kekayaan melimpah.
Kemiskinan melimpah.
Darah melimpah.
Ludah menyembur dan melimpah.
Waktu melanda dan melimpah.
Lalu muncullah banjir suara.
Suara-suara di kolong meja.
Suara-suara di dalam lacu.
Suara-suara di dalam pici.
Dan akhirnya
dunia terbakar oleh tatawarna,
Warna-warna nilon dan plastik.
Warna-warna seribu warna.
Tidak luntur semuanya.
Ya, kita telah sama-sama menjadi saksi
dari suatu kejadian,
yang kita tidak tahu apa-apa,
namun lahir dari perbuatan kita.
Yogyakarta, 21 Juni 1977
Potret Pembangunan dalam Puisi

Biografi Ws.Rendra


Rendra (Willibrordus Surendra Broto Rendra); lahir di Solo, Jawa Tengah, 7 November 1935 – meninggal di Depok, Jawa Barat, 6 Agustus 2009 pada umur 73 tahun) adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967. Ketika kelompok teaternya kocar-kacir karena tekanan politik, kemudian ia mendirikan Bengkel Teater Rendra di Depok, pada bulan Oktober 1985. Semenjak masa kuliah ia sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah.






Daftar isi

1 Masa kecil
2 Pendidikan
3 Rendra sebagai sastrawan
4 Bengkel Teater dan Bengkel Teater Rendra
5 Penelitian tentang karya Rendra
6 Penghargaan
7 Kontroversi pernikahan, masuk Islam dan julukan Burung Merak
8 Beberapa karya
8.1 Drama
8.2 Kumpulan Sajak/Puisi
9 Pranala luar

Masa kecil

Rendra adalah anak dari pasangan R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah. Ayahnya adalah seorang guru bahasa Indonesia dan bahasa Jawa pada sekolah Katolik, Solo, di samping sebagai dramawan tradisional; sedangkan ibunya adalah penari serimpi di keraton majapahit. Masa kecil hingga remaja Rendra dihabiskannya di kota kelahirannya. Setelah menikah, ia pindah agama menjadi Islam
Pendidikan

TK Marsudirini, Yayasan Kanisius.
SD s/d SMU Katolik, SMA Pangudi Luhur Santo Yosef, Solo - Tamat pada tahun 1955.
Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Kebudayaan, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta - Tamat.
mendapat beasiswa American Academy of Dramatical Art (1964 - 1967).
Rendra sebagai sastrawan

Biografi chairil anwar




Chairil Anwar dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada 26 Juli 1922. Ia merupakan anak satu-satunya dari pasangan Toeloes dan Saleha, keduanya berasal dari kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Jabatan terakhir ayahnya adalah sebagai bupati Inderagiri, Riau. Ia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia.[1] Sebagai anak tunggal, orang tuanya selalu memanjakannya.[2] Namun, Chairil cenderung bersikap keras kepala dan tidak ingin kehilangan apa pun; sedikit cerminan dari kepribadian orang tuanya.

Chairil Anwar mulai mengenyam pendidikan di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi pada masa penjajahan Belanda. Ia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Saat usianya mencapai 18 tahun, ia tidak lagi bersekolah.[3] Chairil mengatakan bahwa sejak usia 15 tahun, ia telah bertekad menjadi seorang seniman.[4]

Pada usia 19 tahun, setelah perceraian orang tuanya, Chairil bersama ibunya pindah ke Batavia (sekarang Jakarta) dimana ia berkenalan dengan dunia sastra; walau telah bercerai, ayahnya tetap menafkahinya dan ibunya.[5] Meskipun tidak dapat menyelesaikan sekolahnya, ia dapat menguasai berbagai bahasa asing seperti Inggris, Belanda, dan Jerman.[6] Ia juga mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti: Rainer Maria Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, Hendrik Marsman, J. Slaurhoff, dan Edgar du Perron. Penulis-penulis tersebut sangat memengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung terhadap tatanan kesusasteraan Indonesia.
Penyair

Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastra setelah pemuatan tulisannya di Majalah Nisan pada tahun 1942, saat itu ia baru berusia 20 tahun.[6] Hampir semua puisi-puisi yang ia tulis merujuk pada kematian.[6] Namun saat pertama kali mengirimkan puisi-puisinya di majalah Pandji Pustaka untuk dimuat, banyak yang ditolak karena dianggap terlalu individualistis dan tidak sesuai dengan semangat Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya. Ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta, Chairil jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Puisi-puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan hingga tahun 1945.[6][7] Kemudian ia memutuskan untuk menikah dengan Hapsah Wiraredja pada 6 Agustus 1946. Mereka dikaruniai seorang putri bernama Evawani Alissa, namun bercerai pada akhir tahun 1948.
Makam Chairil di TPU Karet Bivak

Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya. Sebelum menginjak usia 27 tahun, sejumlah penyakit telah menimpanya. Chairil meninggal dalam usia muda di Rumah Sakit CBZ (sekarang Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo), Jakarta pada tanggal 28 April 1949; penyebab kematiannya tidak diketahui pasti, menurut dugaan lebih karena penyakit TBC. Ia dimakamkan sehari kemudian di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta.[8] Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari masa ke masa. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar. Kritikus sastra Indonesia asal Belanda, A. Teeuw menyebutkan bahwa "Chairil telah menyadari akan mati muda, seperti tema menyarah yang terdapat dalam puisi berjudul Jang Terampas Dan Jang Putus".[3]




Selama hidupnya, Chairil telah menulis sekitar 94 karya, termasuk 70 puisi; kebanyakan tidak dipublikasikan hingga kematiannya. Puisi terakhir Chairil berjudul Cemara Menderai Sampai Jauh, ditulis pada tahun 1949,[4] sedangkan karyanya yang paling terkenal berjudul Aku dan Krawang Bekasi.[5] Semua tulisannya baik yang asli, modifikasi, atau yang diduga diciplak, dikompilasi dalam tiga buku yang diterbitkan oleh Pustaka Rakyat. Kompilasi pertama berjudul Deru Campur Debu (1949), kemudian disusul oleh Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949), dan Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).
Karya tulis yang diterbitkan
Sampul Buku "Deru Campur Debu"